Puisi

Hari Tua Untuk Mengenang Lelah

tubuh yang dulu gagah itu kini rupa rangka rapuh yang disangga tabah sabar yang kau pegang teguh sebagai doktrin Nabi untuk melawan waktu masih menancap erat di setiap persendian waktu telah banyak mengubah hari menyepuh wajah kita dengan usia-usia. aku berharap bisa duduk lagi denganmu di teras dan menyeruput kopi pahit buatan Ibu sembari kau… Lanjutkan membaca Hari Tua Untuk Mengenang Lelah

Cerita Kopi

Riwayat Luka Cinta Pertama

Semilir angin pesisir pantai utara Semarang yang mengguyur tubuh ini tak mampu menggoyahkan keputusanku. Debur ombak menebar aroma asin garam membuat luka membiru digesek-gesek udara dan senja kian memerah persis nganga luka pada sayatan pertama. Revolver Smith & Wesson R8 sudah siap di pelipisku, lengkap dengan peluru serta maut yang bersiap mencatat namaku di pusara.… Lanjutkan membaca Riwayat Luka Cinta Pertama

Puisi

Kisah Kupu-kupu dari Selatan

kupu-kupu itu telah berputar ribuan malam dari gang satu sampai subuh di gang tujuh ia terbang mencari bunga yang sebenarnya bunga-bunga kertas para pendosa. terbang sebentar, hinggap di dahan, dihinggapi tangan-tangan kesepian. suatu malam kupu-kupu melihat api bertamu ke rumahnya diikuti angin bertiup ke kanan ke kiri, dan api masih mondar-mandir di depan pintu Ia… Lanjutkan membaca Kisah Kupu-kupu dari Selatan

Puisi

Segelas Ciu dan Kangen

Di gelap malam tanpa kau, Sha Ruang-ruang kosong menyimpan bunyi bernama engkau Dan kesepianku hanyalah kerikil kecil yang terlewat begitu saja oleh mata buta Malam ini aku dan kangen sedang berdebat, tentang siapa yang paling kuat mengukur ruang tunggu itu sampai ke dadamu Kau tahu, Sha? Aku dan kangen putus asa Malam itu rembulan tak… Lanjutkan membaca Segelas Ciu dan Kangen

Puisi

Untuk Mantan

Jelas. Jelas sekali matamu lembab. Perih. Perih sekali kedua mata ini membacanya. Ini musim kemarau, tidak mungkin tetes-tetes air singgah di pipimu begitu saja. Katamu: “Kita pernah menulis cerita, mungkin ini adalah akhir yang terpilih untuk musim-musim cerita kita. Bukankah ini pilihan mandiri untuk kita?” Memeluk tangis dan memecah tawa sendiri? Bukan. Ini bukan april… Lanjutkan membaca Untuk Mantan

Puisi

Kepada Ayah

Pagi ini sepasang lelah masih mengikat sepasang sayapmu Tapi kau harus terbang, melintasi kecemasan-kecemasan Matahari tak begitu tinggi, silau bersinar terik di mata kantukmu Tapi kau harus terbang, mengemas malas dalam langkah yang melas Ini musim kemarau, aliran air mampat di leher pipa Tapi kau harus terbang,  mengisi ceruk-ceruk haus di tenggorokan Angka-angka kalender menua;… Lanjutkan membaca Kepada Ayah

Puisi

Rindu Yang Tak Diakui

Di hadapan malam aku kembali bersimpuh, meminta sepertiga tubuhnya menenangkan gaduh dalam dada. Kulihat arloji di tangan kiri, kebisuan terus melompati setiap detik takdirnya. Hampir separuh limbung meremas pundakku, berusaha menjatuhkanku kepada keputusasaan. Layak rasanya jika kedua mata ini membuat perayaan kecil dengan menyalakan sedikit tangisan. Malam hampir mati, laras-laras penyangga pagi mulai ditegakkan. Kususun… Lanjutkan membaca Rindu Yang Tak Diakui

Puisi

Elegi Hujan dan Kopi

… Rindu, kesepian dan bentangan jarak terkonveksi; melangit menjadi kumpulan janin-janin gerimis. Aroma tanah, batang kayu berjamur dikerat umur, berisik gemerisik daun pun membuka elegi. Hujan cemas, menderas … H-ujaman belati sembilu mematahkan hati. Entah waktu bagian mana bumi yang nanti bisa mengobati. Kusesapi kopi teman menyendiri, saat tak ada satu pun lagi kata peduli.… Lanjutkan membaca Elegi Hujan dan Kopi

Puisi

Tersenyumlah

Barangkali rindu ialah rangkaian jebakan yang pernah kutitipkan pada waktu. Saat yang kusimpan darimu kembali menagih ingatanku. Kuputar lagi rekaman senyummu dalam kepala. Lengkung bibirmu; kata-kata mewarnai ucapanmu dengan warna santun, Tawa lepasmu; deretan gigi tertata rapi dijemur bahagia. Ialah pecahan adegan sederhana yang terangkum menjadi diorama sempurna. Pada ruang lain, potret-potret tersembunyi dari senyummu… Lanjutkan membaca Tersenyumlah

Puisi

Ada Manis Tertinggal dalam Pahitnya Sajian Kopimu

Aku suka warnamu sore itu, kaukenakan kaos setipis awan-awan senja, seketat senyummu yang terbungkus mataku. Tanpa riasan; olesan gincu, taburan bedak dan apapun yang kosmetik ingin sajikan di panggung wajahmu, cantik adalah mutlak milikmu. Saat senja telah purnama, di beranda itu kita teguk kopi dari cangkir yang sama, dengan ciuman tanpa aba-aba, kita saling meraba-raba… Lanjutkan membaca Ada Manis Tertinggal dalam Pahitnya Sajian Kopimu

Cerita Kopi

Di Balik Hujan

Desember – sebuah lagu milik band Efek Rumah Kaca mengalun lembut dari telepon genggam Sekar. Ia tahu itu pasti telepon dari Bayu. Sebab nada dering itu memang ia pasang khusus untuk Bayu. “Halo Dik, pekerjaanku numpuk nih, mungkin sore ini aku pulang terlambat. Tapi kuusahakan tidak sampai lewat jam empat.” “Baiklah, Mas. Nggak apa-apa kok.”… Lanjutkan membaca Di Balik Hujan

Puisi

Merayap

Sore itu kubayangkan diriku sebuah pohon berdiri gemetaran. Menahan gigil yang merimbunkan kabar kehilangan . Merayakan kehilangan lebih perih dari yang ditempuh tangisan. Sebuah musim tlah berpindah, tanpa sempat dedaunku bertanya; sekarang musim apa? Batang-batang kayuku dirapuhkan ranting yang tak lagi bertunas asa. Dengan sia-sia, akarku menusuk tanah seperti manusia mengabadikan kematiannya. Aku merayap …… Lanjutkan membaca Merayap

Puisi

Yang Tersisa Dari Cinderella

Dentang bel waktu mengabarkan malam pada usia sebelas. Di ranjang itu, antara aku dan ayah, ada kesepian yang berdiri tanpa pembatas. Tapi kau, Ayah, tlah menghalau kesepianku dan rindu dengan dongeng masa lalu. Sekiranya kesepian masih mampu ditangguhkan; pada nama ibu setebal buku. Ayah, dongengkan padaku; seorang wanita yang pernah kau sebut Cinderella dalam cintamu.… Lanjutkan membaca Yang Tersisa Dari Cinderella

Puisi

Kita Dalam Kata

Aku menulis puisi ini agar bagian terkecil dari kisah kita abadi dalam kata-kata. Pada buku puisiku; kau adalah lembar pertama yang bersedih dan aku adalah lembar kedua yang berduka. Pada lembar selanjutnya, airmataku telah bersedia menjadi judul untuk kesedihanmu. Di lembar-lembar usang itu kutulis luka dengan meminjam tinta dari guguran kelopak senja. Sebab, semburat jingganya… Lanjutkan membaca Kita Dalam Kata

Cerita Kopi

Barista itu Kita

” El, kelak kaulah yang menaburkan kopi pada ujung lidahku dan aku yang membubuhkan gula di tepian bibirmu, lalu ciuman kita yang melarutkan keduanya.” Pada arah yang paling sudut, seorang wanita bergaun merah duduk begitu anggun dengan duka tak lepas dari pangkuannya. Ialah El, seorang wanita penggila kopi yang setia pada racikan kopi hitam khas… Lanjutkan membaca Barista itu Kita

Puisi

Cinta Diam-diam

Aku perempuan pasrah yang dijegal takdir. Sempoyongan lalu jatuh tepat di hatimu. Diam-diam. Ah, Nona. Mengapa harus diam-diam? Tuan. Aku harus diam-diam, saat yang lantang bersuara cinta kerap memberimu dusta. Ah, Nona. Bukankah menanggung cinta diam-diam ialah seberat-beratnya mencintai? Tuan. Aku hanya enggan bersuara saat tak bisa menjatuhimu bahagia. Tuan. Diamlah. Rasakan saja jatuhku pelan-pelan.… Lanjutkan membaca Cinta Diam-diam

Puisi

Suicide

Sutini.. di mana kau, Sutini? tragis cintamu bikin geger kampung ini saja orang-orang mencari kabarmu yang tak tentu rimbanya Sutini, tahukah engkau lelakimu, yang manis lembut nan bajingan itu masih mencari kubur cintamu barangkali telah ia tenggak rasa takut tiga teguk dari cawan kesadarannya masihkah cintamu terkubur di sana, di hatinya yang penuh curiga? tapi… Lanjutkan membaca Suicide

Puisi

Yang Berdiam Pada Bayangan

Malam mulai menduga Siapa diri ini Yang memakai tubuhku Yang mengenakan perasaanku Untuk mencintai engkau? Bahkan, rembulan mendakwa Aku seorang pencuri Yang saban hari masuk ke dalam matamu Dan diam-diam ke luar ke dalam perasaanmu Sejak itu, hari hari mengendap Tahun tahun tertahan Ditimpa gelap Ditempa kebisuan Lalu hilang menghidupi bayang-bayang Kau mengerti kenapa kini… Lanjutkan membaca Yang Berdiam Pada Bayangan

Uncategorized

Sembilan Cahaya Dari Diri Carine

Carine, kau matahari di pagi hari Awal sinar kebebasan untuk sebuah pelarian setiap kaki yang mengejar mimpi Kau menjadi senja yang manja di puisi Papamu Yang ndusel di antara kata dan cinta pada sebuah judul puisi untuk Mamamu Kadang kau menjadi bulan di tengah malam buta Yang menemani Papamu lembur sebagai buruh pabrik kata-kata di… Lanjutkan membaca Sembilan Cahaya Dari Diri Carine

Puisi

Misalkan Kau Ada Waktu

Setiap hari Kita makan makanan Minum minuman Sekali waktu mencuci cucian Atau pagi ini misalnya Ada berita mengabarkan Ada yang teriak: Aku kenyang karena aku habis makan! Dik, misalkan kau ada waktu Untuk tak mengarus pada hal tak penting itu Lihatlah genthong air di dapurmu Di sana ada wajahku yang sedang kangen engkau Puisi ini… Lanjutkan membaca Misalkan Kau Ada Waktu

Puisi

Nubuat Langit Sore

Buat: D Kelak akan kuingat nubuat ini Dan aku akan terpejam untuk mengenangnya Nasib batu-batu yang terkubur di dasar kali, Ikan-ikan yang menolak menjadi bangkai di tepi perigi meski tersambar pukat penolakanmu berulangkali, Juga perasaan-perasaan yang menolak hanyut ketika akhirnya kau memilih pergi. Dik, kelak kau akan juga mengingatnya sebagai selembar cahaya yang jatuh di… Lanjutkan membaca Nubuat Langit Sore

Puisi

Suwung

Betapa aku iri dengan padi Pada ia yang menunduk rukuk Jiwa yang membumi Senantiasa berserah merebah tabah Di antara bebutiran pagi yang gugur Kicau emprit menggumam doa kecil Sebab terselip wajah pucat dosa Lirih mengiringi luruh tubuhnya Puisi ialah batin sunyi Merintih bagai daun didekap dingin Menjerit bagai ranting dipatahkan angin Tapi ia hanya bisu… Lanjutkan membaca Suwung